Minggu, 23 Februari 2014

Hari Ini Ada Cerita Baik yang Harus Kita Buat

Minggu sudah berlalu. Berarti kita akan kembali lagi pada rutinitas pekerjaan yang sudah menunggu. Ya, lima hari ke depan rentetan agenda pekerjaan sudah tersedia. Dan kita tidak memiliki pilihan lain kecuali harus menerimanya dengan semangat dan lapang dada.

Bosan? Pasti. Tidak ada rutinitas pekerjaan yang tidak menimbulkan kebosanan. Setiap orang pasti merasakan perasaan itu. Namun rasa bosan tetap tidak boleh kita biarkan mengacaukan segalanya. Menyerah kepada rasa bosan akan membuat kita benar-benar kehilangan banyak peluang.

Daripada menyerah kepada rasa bosan, akan lebih baik seandainya kita menciptakan hiburan-hiburan. Ini perlu meski untuk mendapatkan hiburan kita tidak usah keluar jauh-jauh dari ruangan tempat kita bekerja. Pun juga tidak usah mengeluarkan banyak biaya. Ciptakan hiburan dalam pikiran, itulah yang harus coba kita lakukan. Caranya? Mungkin bisa dengan cara begini:

Pertama, bagi yang sudah berkeluarga, ingatlah orang-orang tercinta di rumah. Di sana ada anak dan istri. Mereka adalah orang-orang yang secara langsung akan merasakan berkah dari hasil pekerjaan yang kita tekuni. Pun juga merekalah orang pertama yang akan ikut menanggung akibat buruk seandainya kita lalai terhadap pekerjaan kita sendiri. Untuk itu, tidak ada salahnya deh kalau kita memajang photo mereka di tempat kita bekerja.

Kedua, bagi yang belum berkeluarga namun punya keinginan kuat untuk nantinya berkeluarga juga, anggaplah bahwa pekerjaan yang ditekuni saat ini akan menjadi batu lonjatan sejarah yang akan mewarnai perjalanan kita saat ini hingga kita berkeluarga nanti. Prestasi kita hari ini akan menjadi cerita menarik untuk calon-calon orang tercinta kita kelak.

Ketiga, berusaha menikmati pekerjaan sendiri dengan tidak membayangkan betapa nikmatnya pekerjaan orang lain. Pikiran seperti ini yang terkadang membuat kita sering merasa bosan dengan pekerjaan. "Kayaknya enak ya kalau punya pekerjaan seperti si dia." Semakin sering berpikir seperti ini, sama halnya kita menganggap betapa buruknya pekerjaan diri sendiri. Kalau sudah demikian, jelas rasa bosan akan terus berdatangan.

So, ada benarnya deh kalau kita resapi kata-kata Pak Anthony de Mello SJ (1931-1987). Kata beliau, "Ada kalanya kalung yang kita cari-cari ternyata sudah lama menggantung di leher sendiri. Dan ada kalanya juga, ular yang kita takuti sebenarnya hanyalah seutas tali."

Untuk itu sobat, yakinlah bahwa hari ini ada cerita baik yang bisa kita buat. Begitupun untuk hari-hari kita berikutnya.

Jangan Serakah!!

"Dunia cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, tapi tidak cukup untuk memenuhi keserakahan satu orang." 

Lebih dari setengah abad yang lalu kata-kata di atas digaungkan oleh seseorang, dimana dunia tak akan pernah bisa menghapus namanya dari rotasi sejarah yang terus bergulir. Ya, kata-kata itu keluar dari mulut Mahatma Gandhi (1869-1948), seorang pejuang kemerdekaan India yang melawan segala bentuk diskriminasi penjajah Inggris dengan aksi-aksi damainya yang sangat memukau.

Namun, biarpun kata-kata itu sudah terlontar lebih dari setengah abad yang silam, tetapi kekuatan pesan yang dikandungnya seakan terus menemukan ruang-ruang pembenaran terutama pada saat keserakahan telah dengan begitu sempurna mewarnai beragam lini kehidupan umat manusia.

Keserakahan pada dasarnya adalah perwujudan paling realistis dari hilangnya garis tepi keinginan manusia. Sebab bukankah sesuatu yang tidak bisa dibatasi dari diri setiap manusia adalah keinginannya? Keinginan itu memanjang, memuai dan hanya ada dua hal yang dapat membatasi laju geraknya; rasa syukur dan kematian.
 
Seseorang yang mampu mensyukuri apa yang sudah mereka dapatkan bisa memperlambat meningkatnya intensitas keinginan liar mereka sehingga munculnya setiap keinginan dalam benak tidak lantas dijadikan sebagai hasrat yang tidak boleh tidak harus diwujudkan. Keinginan yang berpadu dengan kemampuan bersyukur akan berproses dan menjadikan pelakunya tahu batas serta memunculkan semangat kerja, bukan ambisi yang merajalela.

Karena itu, gemuruhnya kasus korupsi akhir-akhir ini menjadi contoh paling konkrit betapa para koruptor itu sebenarnya telah dibekap oleh keinginan mereka yang takberbatas. Jabatan berikut gaji besar yang mereka terima tidak lagi dipahami sebagai anugerah, melainkan peluang untuk menuntaskan dendam atas ambisi-ambisi yang bagi mereka wajib didapatkan.

Maka tak ada gunanya merawat kebanggaan atas kenyataan bahwa negeri kita ini adalah negeri yang kaya raya, gemah ripah loh jinawi, jika sebagian dari pemimpin-pemimpinnya tersandera oleh kegemaran korupsi dan keserakahan yang tanpa kendali. Benarlah ujar Mahatma Gandhi, bahwa dunia tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keserakahan satu orang.

Berjuang Itu Indah

Sebenarnya kondisi tubuh kurang fit benar. Batuk dan dingin. Tapi tidak ada salahnya mengesampingkan kondisi seperti ini demi mereka, anak-anak panti asuhan yang memang butuh pendampingan. Maka biarpun hujan, akhirnya tetap juga berangkat untuk ikut rapat program baru di Panti Asuhan Al-Amanah, Jatinegara Sempor Kebumen.

Sepanjang perjalanan saya membatin, "Apakah yang saya lakukan ini benar?" Secara logika dan ilmu kesehatan, kondisi tubuh yang kurang fit, batuk dan sedikit demam memang tidak boleh hujan-hujanan karena dapat membuat kondisi kesehatan makin memburuk. Namun adakalanya juga logika maupun ilmu tidak mutlak kebenarannya.

Barangkali keyakinan dan doa juga penting dilakukan. Ya, setelah membantin seperti itu, dalam hati saya berdoa semoga kondisi kesehatan saya tidak makin memburuk dengan menghadiri rapat yang bagi saya penting banget diikuti. Di samping itu, inilah barangkali waktu yang tepat bagi saya untuk belajar mewujudkan kata-kata yang sudah lama saya hapal, "mendahulukkan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri."

Menjaga kesehatan itu penting bagi saya. Tapi menjaga keberlangsungan pendidikan untuk anak-anak panti asuhan juga tak kalah pentingnya. Jadi tidak apa-apa saya pilih melakukan hal yang kedua sambil memperhatikan juga hal yang pertama. Semoga perjuangan yang sederhana ini benar-benar berarti.

Jumat, 10 Januari 2014

Obrolan Singkat dan Memikat di Panti Asuhan.

Semalam, saudara Najamuddin Muhammad saya minta untuk bercerita di hadapan belasan anak-anak yang mendiami Panti Asuhan Amanah yang -Insya Allah- ke depan akan dirintis menjadi Pondok Pesantren. Apa yang disampaikan Najah untuk sebagian orang barangkali termasuk cerita yang sederhana. Namun saya pikir sangat bagus karena cukup menginspirasi bagi mereka yang selama ini memerlukan perhatian banyak pihak.

Jujur, saya sendiri terinspirasi oleh alm. Zainal Arifin Thaha yang selalu meminta setiap tamu yang berkunjung kepada beliau untuk bercerita di hadapan para santri-santrinya. Secara tematik, apa yang disampaikan oleh tamu-tamu Gus Zainal itu tergolong sederhana. Bahkan ada juga yang tergolong remeh. Namun pada saat cerita-cerita sederhana dan remeh yang berserakan itu dirangkum utuh dalam satu frame bernama kenangan, maka semuanya tidak lagi sesederhana yang dibayangkan.

Serakan cerita-cerita sederhana itu seakan menjadi celah bagi kita untuk menemukan apa yang barangkali kita butuhkan namun tidak mudah ditemukan. Atau bisa saja menjadi semacam umpan yang dapat mengantarkan kita kepada satu kesadaran bahwa ternyata banyak hal berharga di dunia ini yang bisa kita pungut. Dimana saja, dari siapa saja.

Dan itulah yang ingin saya lakukan untuk anak-anak di panti. Saya ingin mereka yang sudah memiliki kompleksitas persoalan hidup menjadi semakin tidak berdaya di hadapan kehidupannya sendiri. Saya tidak ingin mereka merasa lemah karena tidak ada yang menguatkan. Saya tidak ingin mereka merasa sendiri karena tidak banyak yang mau menemani. Saya tidak ingin mereka frustasi karena tidak banyak yang memotivasi. Untuk tujuan itulah saya mengajak beberapa teman yang berkunjung ke rumah saya untuk berbagi cerita dengan mereka. Semalam Najah, dan nanti malam Fakih.

Saya tidak memiliki pretensi muluk-muluk dengan apa yang sudah atau ingin saya lakukan untuk anak-anak di panti. Harapan saya adalah mereka bisa menyadari bahwa mereka memiliki hak yang sama untuk maju dan berhasil.

Selamat berjuang teman-temanku!


Kebumen, 11 Januari 2014. 

 

Senin, 06 Januari 2014

Di Balik Syukur (an)

Syukuran. Mungkin kalimat ini sudah tidak asing lagi di telinga. Dan biasanya sangat edentik dengan acara makan-makan dan juga minum. Seseorang mengadakan syukuran karena ia mendapatkan sesuatu yang begitu istimewa sehingga ia perlu mensyukurinya. Tidak cukup lewat ungkapan 'alhamdulillah' semata, melainkan dengan mengadakan sebuah acara tertentu sambil mengundang orang lain, entah teman, kerabat maupun rekan kerja.

Dan semalam, saya juga melakukan hal itu. Karena saya mendapat anugerah istimewa dari Allah SWT melalui institusi terhormat negeri ini, saya pun perlu mensyukuri anugerah itu. Yang membuat segalanya terasa semakin istimewa bagi saya justru bukan acara makan-makannya saja. Tetapi karena dalam acara syukuran itu saya mengajak makan-makan semua anak panti asuhan AMNH dimana saya ikut membantu (mengajar) di sana.

Ada kebahagiaan tersendiri saat melihat anak-anak itu begitu bergembira dengan acara syukuran yang saya rayakan. Kebahagiaan yang muncul lantaran saya -setidaknya- telah belajar untuk menjadikan mereka bergembira di tengah kompleksitas persoalan hidup yang mereka alami.

Satu hal yang juga perlu saya syukuri selain syukuran makan-makan seperti itu. Bahwa Allah SWT masih memperkenankan hati saya untuk memiliki kemaunan berbagi meskipun tidak seberapa. Sebab -dalam keyakinan saya- kebaikan apapun tak akan bisa saya lakukan tanpa dibarengi oleh kehendak-Nya juga. Syukran laka ya Allah. Semoga saya tetap Engkau ijinkan untuk melakukan apa yang Kau perintahkan, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Amin

Kebumen, 07 Januari 2013.